Kamis, 01 Januari 2009

SYEIKH SULAIMAN AR-RASULI

Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli

Oleh: Dzul 'Ashfi

"Teroeskan membina Tarbijah Islamijah sesoeai dengan peladjaran jang koeberikan! Tjandoeng, 26 Djuli 1970, Sjech Soelaiman Ar-Rasoeli".

Begitulah pesan terakhir ulama besar ini yang tertulis pada makamnya, di halaman pesantren salafiyah Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Candung.

Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli al-Minangkabawi atau Inyiak Canduang -begitu ia dijuluki- lahir di desa Candung, sekitar 10 km sebelah timur kota Bukittinggi, Sumatera Barat, 1287 H/1871 M. Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tuo (golongan ulama yang tetap mengikuti salah satu dari empat mazhab fikih) yang gigih mempertahankan ajaran Ahl al-Sunnah dalam masalah akidah dan fikih. Ayahnya bernama Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di daerahnya ketika itu. Sedangkan ibunya, Siti Buliah, seorang wanita yang taat beragama.

Pendidikan

Ia yang dikenal oleh para muridnya dengan nama Maulana Syeikh Sulaiman, memperoleh pendidikan awal sejak kecil; terutama pendidikan agama langsung dari ayahnya. Selanjutnya ia belajar di pesantren Tuanku Sami' Ilmiyah di desa Baso, tidak jauh dari desanya. Setelah itu ia belajar kepada Syeikh Muhammad Thaib Umar di daerah Sungayang. Pada masa itu masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau atau sistem salafiyah sebagai sarana transfer pengetahuan keagamaan. Kemudian ia belajar dari Syeikh Muhammad Thaib Umar ini Inyiak Canduang melanjutkan belajar agama pada Syeikh Abdullah Halaban.

Sebelum berangkat ke Mekah pada tahun 1903 M dengan misi tafaqquh fî al-dîn, ia sempat belajar kepada Syeikh Yahya al-Khalidi, Bukittinggi. Ketika tinggal di Mekah, selain kepada Syeikh Ahmad Khatib Abdul Lathif al-Minangkabawi, ia juga belajar kepada para ulama lain, di antaranya: Syeikh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syeikh Muhammad Ismail al-Fathani, Syeikh Muhammad Zain al-Fathani, Syeikh Ali Kutan al-Kelantani, Syeikh Mukhtar al-Tharid, Syeikh Nawawi al-Bantani, Sayyid Umar Bajened dan Syeikh Sayyid Abbas al-Yamani.

Adapun ulama yang seangkatan dengan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli ketika di Mekah antara lain adalah Syeikh Utsman Serawak (w.1921 M), Tok Kenali (w.1933 M), Syeikh Hasan Maksum, Sumatera Utara (w.1936 M), KH. Hasyim Asy'ari (w.1947 M), Syeikh Muhammad Zein Simabur, Mufti Kerajaan Perak Tahun 1955 (w.1957 M), Syeikh Abdul Lathif al-Syakur al-Minangkabawi (w.1963 M). Adapun ulama yang terakhir ini, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli bertemu dengannya di Mekah tidak berapa lama, yaitu pada pertengahan tahun 1903. Karena Syeikh Abdul Lathif al-Syakur kembali ke tanah air pada akhir tahun 1903 setelah belajar di Mekah selama 13 tahun.

Sekembalinya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli dari Mekah pada tahun 1907 M, ia mulai mengajar berdasarkan sistem pondok yaitu dengan halaqah. Tetapi sesuai dengan perubahan yang terjadi di Minangkabau, pengajian sistem pondok berubah menjadi sistem sekolah; yaitu duduk di bangku pada tahun 1928 dan menggunakan sistem kelas. Walaupun demikian kitab-kitab yang diajarkan tidak pernah diubah sampai saat ini, baik kitab-kitab akidah, tasawuf dan fikih.

Perjuangan

Selain aktif di dunia pendidikan agama, ia juga aktif di kancah politik dan organisasi. Sejak tahun 1921, ia dengan teman akrabnya, Syeikh Abbas dan Syeikh Muhammad Jamil, serta sejumlah ulama Kaum Tuo Minangkabau, membentuk organisasi bernama Ittihâdu Ulamâ Sumatra (Persatuan Ulama Sumatera) yang bertujuan untuk membela dan mengembangkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jamâah. Di samping itu, ia juga gigih mempertahankan ajaran ­Tarekat Naqsyabandiyyah yang sesuai dengan manhaj Ahl al-Sunnah wa al-Jamâah.

Sejarah perjuangan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli adalah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat. Secara faktual ada beberapa basis yang dibangun olehnya, sehingga menjadi piranti bagi perjuangan rakyat Sumatera Tengah (mencakup Sumbar, Riau dan Jambi).

Pertama: Reformasi sistem pendidikan agama sebagai modal perjuangan rakyat dalam meningkatkan sumberdaya manusia. Siklus dari reformasi yang dilakoni Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli ialah membentuk Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI). Proses berdirinya MTI ini didahului dengan musyawarah antara ulama-ulama yang dilaksanakan di Candung pada tanggal 5 Mei 1928. Di antara ulama yang menghadiri rapat ini ialah: Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Syeikh Abbas Al-Qadhi dari Ladang Laweh Bukittinggi, Syeikh Ahmad dari Suliki, Syeikh Jamil Jaho dari Padang Panjang, Syeikh Abdul Wahid Ash-Shaleh dari Tabek Gadang, Syeikh Muhammad Arifin dari Batu Hampar, Syeikh Alwi dari Koto Nan Ampek Payakumbuh, Syeikh Jalaluddin dari Sicincin Pariaman, Syeikh Abdul Madjid dari Koto Nan Gadang Payakumbuh. Secara genetif MTI yang ia dirikan merupakan poros dari eksistensi MTI-MTI yang tersebar di Nusantara, tercatat sampai sekarang ada sekitar 216 MTI yang eksis di Sumatera Barat.

Kedua: Pada tanggal 28 Mei 1930 ia memprakarsai berdirinya PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) yang berfungsi sebagai pengelola MTI-MTI yang berada di bawah naungannya. Namun disebabkan gejolak reformasi pada Tahun 1946, PERTI yang khittah-nya bergerak sebagai organisasi sosial keagamaan beralih fungsi menjadi partai politik. Peralihan fungsi PERTI ini menjadi partai politik disebabkan argumen KH. Sirajuddin Abbas muridnya “Agama Juga Harus Memberi Arah Pada Perjuangan Politik Bangsa”. Namun pada tanggal 1 Mei 1969 ia mengeluarkan Dekrit agar PERTI kembali kepada khittah-nya sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan.

Pengaruh

Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli adalah seorang ulama besar yang berpengaruh terhadap kawan maupun lawan. Sejak zaman pemerintahan Belanda, ia sering dikunjungi pemimpin-pemimpin bangsa. Bahkan sebelum Soekarno menjadi Presiden hingga berkuasa, sering berkunjung ke rumahnya. Pada zaman kemerdekaan ia sempat diamanatkan oleh Soekarno sebagai anggota konstituante RI, dan ditempatkan sebagai Dewan Kehormatan dengan menjadi pemimpin sidang pada sidang-sidang konstituante tersebut. Pada tahun 1947 ia juga diamanatkan oleh Sutan Muhammad Rasyid sebagai kepala Mahkamah Syar’iyyah propinsi Sumatera Tengah. Tugasnya adalah mengurus problematika syar’iyyah dan sekaligus ulama yang berperan sebagai pengobar semangat perjuangan rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan negara.

Pada masa itu juga, sebagaimana dituturkan oleh salah seorang muridnya, Abuya Amilizar Amir, bahwa Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli pernah akan ditangkap oleh tentara Belanda. Namun pada saat mengajar, ia berfirasat akan ditangkap. Ketika menyadari hal itu, yang biasanya berada di tempat pengajaran, ia keluar dan berjalan di jalan desanya bukan untuk melarikan diri. Silang beberapa saat, kendaraan yang membawa tentara Belanda yang bertujuan untuk menangkapnya lewat. Tepat dihadapannya tentara Belanda berhenti, ia pun langsung bertanya, "Hendak kemana tuan-tuan semuanya"? Ketika itu tentara Belanda tidak mengenal wajah Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli. Namun mereka berpatokan kepada siapa yang sedang mengajar di MTI itulah Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli. Dan memang pada hari itu satu-satunya yang mengajar di MTI adalah beliau. Oleh karenanya mereka menjawab, "Kami hendak bertemu dan menangkap Syeikh Sulaiman". Malah ia menawarkan mereka singgah untuk beristirahat di rumahnya sembari mengatakan, "Alangkah baiknya tuan-tuan singgah terlebih dahulu di rumah saya, karena tuan-tuan pasti akan bertemu dengan orang yang tuan-tuan cari". Setelah beristirahat dan berbincang-bincang dengannya, lalu mereka bertanya, "Mana Syeikh Sulaiman yang tuan katakan itu"? Ia menjawab, "Syeikh Sulaiman yang tuan-tuan cari itu adalah saya sendiri". Mereka merasa terkejut ketika mendengarkan pengakuannya. Tetapi anehnya, mereka mengurungkan niat untuk menangkapnya tanpa alasan yang jelas. Bahkan, mereka langsung meminta maaf. Inilah di antara bentuk perlindungan Allah Swt kepada seorang ulama.

Karya-karya

Sebagai seorang ulama dan ahli adat, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli telah melahirkan beberapa karya yang di antaranya banyak dipelajari oleh pelajar Muslim Sumatera dan beberapa kawasan nusantara lainnya. Di antara karya-karyanya:

1. Dhiyâ' al-Sirâj fî al-Isrâ' wa al-Mi'râj

2. Tsamarah al-Ihsân fî Wilâdah Sayyid al-Insân

3. Dawâ' al-Qulûb fî Qishshah Yusuf wa Ya'qûb

4. Risâlah al-Aqwâl al-Wasithah fî al-Dzikr wa al-Râbithah

5. Qaul al-Bayân fî Tafsîr al-Qur'ân

6. Al-Jawâhir al-Kalâmiyyah

7. Al-Aqwâl al-Mardhiyyah

8. Sabîlu al-Salâmah fî Wird Sayyid al-Ummah

9. Aujaz al-Kalâm fî Arkân al-Shiyâm

10. Perdamaian Adat dan Syara'

11. Pengangkatan Penghulu di Minangkabau

12. Kisah Muhammad Arif dan belasan karya tulis lainnya.

Ia wafat pada 29 Jumadil Awal 1390 H/ 1 Agustus 1970 M. Pada hari pemakamannya, diperkirakan ada tiga puluh ribu umat Islam yang hadir. Termasuk para pemimpin dari dalam negeri, bahkan dari Malaysia. Bendera RI dikibarkan setengah tiang selama 3 hari berturut-turut. Kepergiannya meninggalkan duka yang dalam bagi rakyat Indonesia, karena hilangnya salah seorang ulama yang kharismatik. Jasanya sebagai perintis kemerdekaan dan pengemban agama Islam tidak dapat dinilai hanya dengan penghargaan Oranye Van Nassau dari pemerintah Belanda, Bintang Sakura dari pemerintah Jepang, serta penobatan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan dan dianugerahi tanda penghargaan sebagai ulama pendidik. Namun yang lebih penting adalah bagaimana semua komponen masyarakat mengintegrasikan nilai-nilai perjuangan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.


* Dzul 'Asfi

Mahasiswa semester VII Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Jakarta,
Mahasantri semester I Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah,
asal Bukittinggi, Sumatera Barat

SELAMAT TAHUN BARU

SELAMAT JALAN 1429, SELAMAT DATANG 1430

Oleh: Abdul Kamal

Waktu bagaikan sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau, kota dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya, padahal segala sesuatu, selain Tuhan tidak akan mampu melepaskan diri dari waktu.

Orang yang beruntung adalah yang pandai menggunakan waktunya untuk hal-hal positif. Setiap waktu yang dilaluinya tidak dibiarkan sia-sia, tanpa manfaat. Kesalahan yang pernah ia lakukan tidak diulangi. Ia senantiasa mengintrospeksi diri agar tidak mengulangi kesalahan serupa dan bertekad untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Namun sebaliknya, orang yang membiarkan waktu berlalu begitu saja tanpa menuai manfaat, bahkan senantiasa menghabiskan waktunya dengan maksiat dan tidak memperdulikan kesalahan yang ia lakukan untuk dibenahinya, maka dialah termasuk orang-orang yang merugi. Allah Swt berfirman:

والعصر، إن الإنسان لفي خسر، إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر

"Demi masa, Sesungguhnya manusia benar- benar berada dalam kerugian, kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling memberi nasehat supaya mentaati kebenaran dan kesabaran." (QS. al-'Ashr: 1-3)

Di tahun baru ini, marilah kita merenungi apakah kita termasuk orang yang beruntung atau termasuk orang yang rugi, apakah kita termasuk hamba Allah Swt yang taat atau malah sebaliknya, kita termasuk hamba Allah Swt yang membangkang perintah-Nya. Mari kita renungkan! Berapa banyak hamba-hamba Allah yang tersakiti selama ini oleh lisan kita, tangan kita, apakah kita bisa pastikan orang-orang di sekitar kita senang dengan kita atau malah dibalik senyumnya ada perasaan benci yang mendalam bahkan rasa dendam yang dipendam dan baru akan terungkap di akhirat sana sehingga menjerumuskan kita ke neraka Jahanam? Kepada orangtua kita, berapa banyak perkataan kita yang menyayat hatinya dan sorotan mata kita yang ketus di hadapannya? Apakah selama ini mereka bangga dengan kehadiran kita sebagai anaknya atau mereka merasa malu dengan kehadiran kita karena mempunyai anak yang durhaka? Atau anak yang selamanya hanya bisa menyusahkan orangtuanya?

Kepada Allah Swt, kita sering mengeluh agar semua kebutuhan kita terpenuhi, doa kita cepat dikabulkan tetapi kenapa kita tidak sungguh-sungguh menjalankan perintah-Nya? Ketika adzan berkumandang, apakah kita segera memenuhi seruan itu? Jawaban hamba Allah yang baik untuk pertanyaan-pertanyaan itu adalah jawaban yang mengarahkan kita untuk mengakui bahwa kita bukan orang suci yang tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidup ini. Firman Allah swt:

فلا تزكوا أنفسكم هو أعلم بمن اتقى

Janganlah kalian menganggap suci diri kalian sendiri, karena Allah swt Maha tahu siapa orang yang paling taqwa diantara kalian." (QS. Al-Najm: 32)

Hamba Allah Swt yang baik adalah yang mengakui kesalahan-kesalahan yang telah ia lakukan, lalu bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan serupa di masa yang akan datang, dan senantiasa memohon ampun kepada-Nya. Mereka itulah hamba Allah Swt yang bertaqwa. Allah Swt berfirman:

والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاتغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب إلا الله ولم يصروا على ما فعلوا وهم يعلمون، أولئك جزاؤهم مغفرة من ربهم وجنت تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ونعم أجر العاملين

"Dan orang- orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka mengingat Allah swt, lalu memohon ampun atas dosa- dosa mereka. Dan siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah swt? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan Pemelihara mereka dan surga- surga yang di dalamnya mengalir sungai- sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan sungguh baik pahala orang- orang yang beramal." (QS. Alu 'Imran: 135 - 136)

Itulah ganjaran bagi mereka yang mau memperbaiki diri, Allah Swt menjanjikan kenikmatan yang luar biasa yakni surga dan kekekalan di dalamnya. Setelah menerangkan balasan untuk orang-orang yang melaksanakan perintah-Nya, Allah Swt menjelaskan dengan firman-Nya:

قد خلت من قبلكم سنن فسيروا في الأرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين. هذا بيان للناس وهدى وموعظة للمتقين

"Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunnah- sunnah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang- orang yang mendustakan (pesan- pesan) Allah swt. Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi orang- orang yang bertaqwa." (QS. Alu Imran: 137-138)

Adalah sudah menjadi sunnatullah orang yang menaati perintah-Nya akan berbahagia dan orang yang membangkang akan binasa, orang yang disiplin akan sukses dan yang malas akan gagal. Ayat ini memerintahkan untuk mempelajari "sunnah-sunnah" itu, yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan Ilahi dalam masyarakat.

Akhirnya, marilah kita awali tahun baru 1430 H. dan 2009 M. ini dengan doa yang diajarkan oleh Rasul, "Ya Allah, Semoga engkau mendatangkan pada tahun ini kepada kami dengan membawa berkah, keteguhan iman, keselamatan dan keislaman". Selamat tinggal keburukan di tahun 1429, kita songsong perubahan positif di tahun baru. Selamat Jalan 1429, Selamat Datang 2009.

*Abdul Kamal

Mahasiswa Semester VII Jurusan

Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, dan Mahasantri Semester V Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah

Asal Tomang, Jakarta Barat.

RASUL PUN BERHEMAT ENERGI

RASULULLAH PUN BERHEMAT ENERGI

Oleh: Azza Nur Laila

Sesuai dengan firman Allah dalam surat al- An’âm 141 yang berbunyi:

وهوالذي انشأ جنات معروشات وغير معروشات والنخل والزرع مختلفا اكله والزيتون والرمان متشابها وغير متشابه كلوا من ثمره اذا اثمرواتوا حقه يوم حصاده ولاتسرفوا انه لا يحب المسرفين .

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Agama Islam, sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran, mengajarkan kepada manusia untuk tidak berlebihan atau boros dalam menjalankan kehidupan. Allah menyediakan berbagai fasilitas sumber daya alam (SDA) yang ada di seluruh permukaan bumi ini, baik berupa bahan mentah, bahan setengah jadi, atau bahan siap pakai, tidak lain adalah untuk dimanfaatkan oleh makhluk-Nya (manusia) dengan syarat masih dalam batas kewajaran. Allah Swt berfirman:

هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا

Dia-lah Allah, yang menjadikan untuk kamu segala yang ada di bumi (QS. al-Baqarah: 29)

Tapi kenyataan yang kita lihat sekarang adalah makin menipisnya persediaan energi yang disertai dengan ketidakseimbangan pemeliharaan ekologi yang ada. Sedangkan kebutuhan energi di seluruh penjuru dunia makin meningkat. Bahkan menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun 2030 nanti permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Sebagian besar atau sekitar 80% kebutuhan energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil.

Pemakaian minyak, batu bara, gas, biomassa, nuklir dan hydro sebagai pemasok energi terbesar di dunia telah menyebabkan bumi dieksplorasi habis-habisan. Penggunaan yang berlebihan membayangi beragam masalah yang terkait dengan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi.

Pada sisi lain, jika pemakaian bahan bakar fosil meningkat, maka dapat memicu perubahan iklim. Untuk itulah IEA menganjurkan pemakaian energi bersih dan efisien guna menekan emisi gas karbon.

Oleh karenanya, program yang dicanangkan pemerintah terkait hemat energi sangat tepat. Rasulullah Saw pun sudah lebih dulu memberi sinyalmen sebagai peringatan dini untuk berhemat mengelola berbagai sumber daya yang ada:

عن ابن عمر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الإقتصاد في النفقه نصف العيش

Dari Ibnu ‘Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda: berlaku hemat (ekonomis) itu adalah separuh dari kehidupan. (HR. al-Syihab)

Kesadaran masyarakat untuk berhemat dalam pemakaian energi tentu memiliki arti penting dalam usaha membantu pengadaan listrik, air, BBM di Indonesia. Langkah-langkah penyadaran, yang telah dilakukan melalui kampanye di sekolah-sekolah, hotel, perkantoran, rumah makan, rumah tangga, dan para perancang bangunan, seharusnya menjadi konsen kita bersama. Namun, masyarakat juga tidak bisa dibiarkan membangun kesadarannya sendiri. Harus ada motivator dan dinamisator yang mendorong masyarakat untuk meninggalkan perilaku boros energi listrik, air, BBM. Contoh yang paling sederhana adalah memadamkan lampu pada saat matahari mulai bersinar, memadamkan air condition (AC) bila tidak sedang di dalam ruangan, memadamkan lampu jalan di siang hari dan seterusnya. Dalam hal seperti ini pun Rasul Saw memberikan tuntunan yang sama. Dalam Riwayat al-Imam al-Bukhari disebutkan:

عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أطفئوا المصابيح بالليل إذا رقدتم وأغلقوا الأبواب وأوكوا الأسقية وخمروا الطعام والشراب - ولو بعود يعرضه

Dari Jabir Ra, rasulullah bersabda: matikanlah lampu- lampu saat kalian tidur di malam hari, tutuplah pintu, rapatkanlah tempat air, tutupilah makanan dan minuman. Meskipun hanya dengan membentangkan sebatang kayu saja. (HR. Imam Bukhari )

Pesan yang dibawa hadis tersebut harus dipahami sebagai pesan yang sangat umum, berlaku di segala aspek kehidupan. Hadis ini mengindikasikan bahwa saat itu ada sahabat Nabi yang sering lalai dalam hal-hal tersebut di atas yang juga merupakan pemborosan. Karenanya, hadis di atas dengan jelas dan tegas melegalkan gerakan hemat energi, hemat biaya, siskamling, dan hidup sehat.

Bukankah suatu ketika, seperti diramalkan, energi yang berasal dari fosil secara alamiah akan habis keberadaannya. Sehingga, kita harus segera mungkin mencari alternatif energi baru untuk mengganti energi yang berasal dari fosil. Sebab itu, kesadaran masyarakat terhadap ketersediaan energi dalam bentuk listrik, bahan bakar minyak, dan gas sungguh sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Menteri-menteri kiranya memiliki kewajiban untuk berperan aktif dalam menggalang penghematan energi ini.

Disamping itu, para pejabat negara dan pemerintah, kiranya harus memberikan teladan untuk menunjukkan kepada masyarakat, pentingnya hemat energi/listrik. Sense of crisis harus dimiliki semua pihak. Hal ini penting dilakukan, mengingat krisis energi akan berdampak sangat besar pada perekonomian dan kehidupan sosial di Indonesia. Nah, sebelum adanya political will dari pemerintah, marilah bersama-sama, setidaknya, kita memulai pada diri sendiri, orang-orang terdekat, lingkungan masyarakat, untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya hemat energi/listrik di Indonesia. Mari kita dukung gerakan hemat energi. Kita perlu ingat bahwa hemat bukan berarti pelit, akan tetapi memanfaatkan sesuatu sesuai keperluan.

Azza Nur Laila

Mahasiswi semester III Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Jakarta dan Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah

Asal Pontianak, Kalimantan Timur

JIHAD DAN KEPAHLAWANAN

JIHAD DAN KEPAHLAWANAN

Oleh: Alvi Alvavi Maknunah*

Bulan November akan selalu melekat di lubuk hati rakyat Indonesia. November, di Indonesia identik dengan kepahlawanan, sejarah epik kemer-dekaan. Meski tidak sesakral peringatan 17-an, namun kita tidak bisa memandang sebelah mata. Sebagai rakyat Indonesia, rasanya patut untuk kita mengenang sejenak sejarah setengah abad silam, tepatnya pada 10 November 1945, Agresi Militer I di Surabaya.

Pada hari itu terjadi peristiwa yang maha penting bagi kelangsungan negara kita, di mana para pahlawan menyam-bung nyawa demi menyelamatkan bendera yang tidak hanya sekadar berarti merah putih namun juga arti bernegara, arti eksistensi kita dan arti kemerdekaan kita.

Di bawah ultimatum penjajah dengan pembakaran dan pemusnahan, tidak gentar para pahlawan terus melawan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Meski banyak yang gugur, namun pahlawan kita berhasil memenangkan agresi tersebut.

Lantas, seberapa pentingkah arti kepahlawanan menurut Islam? Karena banyak pendahulu kita yang rela berjuang demi kemerdekaan. Atau jangan-jangan tak berarti apapun selain hanya mempertahankan rasa nasionalisme saja?

Mengutip hadis Rasul SAW:

عن أبي موسى قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الرجل يقاتل شجاعة ويقاتل حمية ويقاتل رياء أي ذلك في سبيل الله ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله))

"Dari Abu Musa al-Asy'ari RA. Rasulullah SAW ditanya tentang seseorang yang berperang dengan keberanian, ia berperang dengan kesombongan, serta berperang dengan riya', manakah di antara mereka yang termasuk jihad fi sabilillah?" Rasul menjawab, "Siapa yang yang berperang demi tegaknya kalimatullah maka ia berjihad fi sabilillah" (HR. Bukhari Muslim).

Jika kita baca lagi epik sejarah kemerdekaan, kita akan tahu bahwa ketika itu organisasi persiapan dan penggalang kemerdekaan justru diawali oleh para tokoh ulama Indonesia seperti PERSIS yang diprakarsai oleh HOS. Cokroaminoto, dari Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan, dari NU oleh KH. Wahab Hasbullah dan Hadrotus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Bahkan, waktu itu sempat pula Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy'ari memfatwakan jihad melawan penjajah adalah fardlu 'ain (kewajiban personal).

Dari ulasan tersebut bisa disimpulkan bahwa kala itu para pejuang kemerdekaan tidak hanya sekedar mempertahankan kemerdekaan, namun juga berusaha menjaga Islam tetap tegak di bumi pertiwi, Indonesia kita tercinta. Sebab, jika Indonesia kalah alias dikuasai penjajah yang kafir, niscaya Islam tidak mungkin bisa berjaya di tanah air kita ini.

Melihat dari konterks jihad di atas, sangat wajar jika kemudian Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy'ari menyerukan perang itu wajib pada waktu itu, sebab memang kita diserang dan tanah air dalam keadaan perang yang genting. Dentuman senjata penjajah terdengar di mana-mana, tidak pantas rasanya jika kita hanya berdiam diri kemudian menyerah kalah. Dalam al-Quran, Allah berfirman:

أذن للذين يقاتلون بأنهم ظلموا، وإن الله على نصرهم لقدير

"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu." (QS. al-Hajj : 24)

Selain itu, dalam hadis-Nya, Nabi Muhammad SAW juga pernah mengingatkan:

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل أي العمل أفضل ؟ فقال ( إيمان بالله ورسوله ) . قيل ثم ماذا ؟ قال ( الجهاد في سبيل الله ) . قيل ثم ماذا ؟ قال ( حج مبرور. رواه البخاري)

"Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amal apa yang paling utama? Seraya Nabi menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” “Kemudian, apa lagi ya Rasul?” Nabi berkata, "Jihad di jalan Allah (fi sabilillah).” “Setelah itu, apa lagi ya Rasul?” Nabi menjawab, "Haji mabrur." (HR. Bukhari).

Persoalan yang terjadi kemudian, masih relevankah jihad di masa sekarang? Atau mungkin ada bentuk jihad selain harus berperang? Rasanya terlalu terburu-buru jika menyimpulkan jihad harus dengan perang dan mengangkat senjata. Sebab Nabi SAW pun pernah bersabda:

حدثنا القاسم بن دينار الكوفي حدثنا عبد الرحمن بن مصعب أبو يزيد حدثنا إسرائيل عن محمد بن جحادة عن عطية عن أبي سعيد الخدري : أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إن من أعظم الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر. رواه الترميذي

"Dari Abi Sa'id al-Khudri, Nabi Saw berkata, "Termasuk jihad yang paling agung adalah menegakkan keadilan di hadapan penguasa yang dzolim (berlaku tidak adil, aniaya)." (HR. Al-Tirmidzi)

Dalam Sunan al-Nasa'i, Imam al-Sindi menjelasakan maksud hadis tersebut, "Menegakkan kebenaran di hadapan penguasa lalim termasuk jihad agung, sebab sedikit sekali orang yang mau melakukan hal tersebut kalaupun ada jarang sekali yang selamat.

Pada kesempatan lain, Nabi pernah ditanya tentang amal apa yang paling afdlal? Beliau menjawab, bahwa jihad yang paling afdlal adalah memerangi orang musyrik, haji mabrur dan bir al-walidain (diriwayatkan dalam Shahih Bukhori). Hal ini bukan dikarenakan semua pekerjaan afdlal dan semua harus dilakukan sesuai petunjuk Nabi. Jika Nabi menjawab satu persoalan dengan jawaban yang berbeda, hal itu lebih dikarenakan Nabi melihat situasi dan kondisi sang penanya. Jika sang penanya tidak kunjung menunaikan ibadah haji padahal ia mampu, maka Nabi menjawab haji adalah yang paling afdlol. Begitu seterusnya.

Menilik ulasan di atas, rasanya tidak mungkin jika kita harus berjihad dengan memanggul senjata. Sementara negara kita tidak lagi dalam keadaan perang fisik namun perang pemikiran, ekonomi bahkan kebudayan. Untuk sementara ini dunia masih dikuasai oleh pemuja modal, kapitalis borjuis. Sementara Indonesia meski punya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah namun modalnya kurang, pantas kalau selama ini kita selalu terjajah. Justru inilah kesempatan kita. Jangan sampai ekonomi kita terkuras, dan kebudayaan kita pun ikut terhempas dengan berbagai trend yang diciptakan non-muslim. Allah berfirman:

لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم، إن الله يحب المقسطين

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu, karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (al-Mumtahanah : )

Kiranya sudah bukan saatnya lagi kita memanggul senjata untuk menjadi pahlawan, bukan saatnya lagi kita berjihad di medan perang, namun jihad kita, kesempatan kita adalah jihad fikri, jihad dengan taktik ilmu pengetahuan. Memerangi hedonisme, menekan kapitalisme dan memberantas sekulerisme. Wallahu a'lam.

*Alvi Alvavi Maknunah

Mahasantri semester V Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, mahasiswi semester V Jurusan Tafsir-Hadis Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ), asal Kediri Jatim